
Masyarakat pesisir Batudaa Pantai adalah masyarakat yang tinggal di daerah pesisir di Sulawesi Utara. Masyarakat ini sehari-harinya berbahasa Gorontalo, sehingga bahasa Indonesia jarang digunakan kecuali jika ada pendatang—contohnya yaitu kami mahasiswa KKN Universitas Gadjah Mada. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi satu sama lain agar tercipta komunikasi yang baik. Permasalahan perbedaan bahasa ini saya temui langsung ketika saya bersosialisasi dengan masyarakat setempat. Saya akui, perbedaan bahasa adalah salah satu tantangan yang dihadapi bagi mahasiswa yang melaksanakan KKN di pesisir Gorontalo ini.
Seminggu pertama saya tinggal di pesisir melaksanakan kegiatan KKN, saya mencoba “melihat” masyarakat setempat berkomunikasi dan bersosialisasi. Dari sini, saya dapat mengetahui bahwa masyarakat di pesisir ini hampir 98% sehari-harinya berbahasa Gorontalo untuk percakapan antarorang dan antarumur. Maka, tidak salah lagi kalau anak-anak lebih terbiasa berbahasa Gorontalo karena dari lingkungan masyarakat terkecil mereka—yakni keluarga—mereka terbiasa berbahasa Gorontalo. Masyarakat hanya berbahasa Indonesia jika ada pendatang atau sedang berpergian ke kota.
Fenomena ini berdampak pada kebiasaan diri mereka yang kurang membiasakan diri berbahasa Indonesia. Padahal, berbahasa Indonesia juga cukup penting mengingat bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan. Hal ini berpengaruh juga pada kegiatan sehari-hari di anak-anak sekolah, yang cenderung berbahasa Gorontalo daripada berbahasa Indonesia sehingga untuk Pelajaran Bahasa Indonesia sendiri kualitasnya masih kurang baik. Realitasnya, masalah bahasa adalah masalah pembiasaan diri. Semakin sering mengaplikasikan suatu bahasa, maka akan terbiasa karena salah satu permasalahan bahasa adalah masalah bagaimana praktiknya. Setelah melakukan observasi dan melihat fenomena yang terjadi, suatu ketika, ketika saya mengobrol bersama guru kelas 6 di SDN 11 Batudaa Pantai, guru tersebut berkata kepada saya bahwa anak-anak SD kurang bisa berbahasa Inggris. Maka ketika mengetahui salah satu program kerja saya adalah mengajar bahasa, beliau cukup exited dan sangat mendukung program saya. Atas hal tersebut, saya berpikir keras untuk menyusun konsep kegiatan yang akan dilaksanakan supaya dapat terlaksana secara baik dan maksimal. Mengingat tantangan yang saya hadapi disini cukup serius, yaitu faktor kebiasaan dari masyarakat itu sendiri. Apalagi, mengajar bahasa tidak sekaligus akan menciptakan masyarakat yang mahir berbahasa (Bahasa Inggris misalnya).
Setelah melakukan observasi dan analisis masalah yang terjadi, saya bersama mahasiswa KKN Universitas Negeri Gorontalo menyusun konsep kegiatan. Konsep kegiatan untuk program kerja ini dilaksanakan untuk menjawab permasalahan yang tengah dihadapi sekaligus untuk membantu anak-anak kelas 6 mengenal Bahasa Inggris sekaligus mengaplikasikannya. Saya membuat konsep pembelajaran ini dengan langkah sebagai berikut: Berkoordinasi dengan mahasiswa KKN dari Universitas Negeri Gorontalo, mencari video edukatif, mencari bahan ajar serta alat-alat yang diperlukan, dan menghubungi guru kelas 6 untuk menentukan hari pelaksanaan kegiatan. Pada kegiatan ini, saya harus berpikir keras bagaimana konsep pembelajaran supaya dapat dikemas secara kreatif dan dapat diterima dengan mudah oleh anak-anak. Mengingat masalah yang nyata adalah mereka kurang terbiasa berbahasa Indonesia. Bisa dibayangkan bagaimana ketika kita ingin mengenalkan bahasa baru kepada mereka, sedangkan untuk berbahasa nasional saja mereka belum terbiasa. Jadi saya perlu memutar otak agar materi yang saya sampaikan dapat diterima baik oleh anak-anak.
Hal yang saya lakukan adalah mengajak anak-anak kelas 6 SDN 11 Batudaa Pantai untuk menyimak video animasi percakapan berbahasa Inggris. Setelah itu, saya meminta anak-anak untuk menempel vocabularies dari percakapan dalam video tersebut ke dalam kertas mading yang telah disediakan saya sangat bersyukur, anak-anak cukup antusias mengikuti proses pembelajaran. Di akhir kegiatan, bahkan ada beberapa anak yang meminta tambahan materi karena ingin belajar Bahasa Inggris lebih banyak.
Dari kegiatan yang telah dilakukan, besar harapan saya untuk lebih ditingkatkan lagi sinergitas dari seluruh pihak, yaitu para guru dan juga orang tua siswa. Saya menyadari bahwa semangat belajar dalam diri anak-anak cukup besar, sehingga hal ini perlu diimbangi dengan kemampuan dari guru untuk mengajar Bahasa Inggris. Selain itu juga, perlu adanya inovasi pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas agar anak-anak tidak mudah bosan untuk belajar. Kedepannya, saya harap anak-anak dapat terus membiasakan diri berbahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan pelan-pelan belajar Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.
Yogyakarta, 26 Agustus 2024