KKN Kolaborasi UNG x UGM: Mencetak generasi Qur’ani melalui kegiatan mengaji di Desa Lamu

04 Agustus 2024 - Luthfi Azizah Azhar

Kulitnya sudah keriput, akan tetapi wajahnya memancarkan aura teduh. Hal itulah yang pertama kali terlintas dalam benak saya ketika bertemu dengan guru mengaji, Pama, begitulah orang-orang sering memanggilnya. Beliau adalah guru mengaji di Desa Lamu. Jika dilihat dari perawakannya, beliau sudah berusia lebih dari 70 tahun. Meskipun sudah berumur, tetapi semangatnya untuk mengajar mengaji kepada anak-anak di Desa Lamu tidak pernah padam. Dari sorot matanya dan senyumnya yang terus mengembang, beliau menyambut dengan senang kedatangan kami. Sebelum tiba disini, saya sudah berencana untuk membantu pemuda atau guru mengaji di Desa Lamu untuk mengajar TPA. Belajar Mengaji menjadi salah satu bentuk penguatan nilai-nilai rohani—khususnya anak-anak usia 6-15 tahun. Mengaji sebagai salah satu cara mengenal lebih dalam islam, mulai dari membaca iqro’ dan mengetahui doa-doa kaum muslimin.

Setelah menyampaikan maksud dan tujuan kami—ingin membantu mengajar mengaji—kami menentukan tanggal untuk kegiatan mengaji di Masjid Dusun Tihu. Hari yang ditunggu telah tiba. Kami melaksanakan kegiatan pada hari Sabtu, pukul 09.00 WITA. Sembari menunggu Pama yang belum datang, saya dan teman-teman KKN berbincang dengan anak-anak yang datang. Saya akui, bahasa menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi jika KKN di luar Jawa. Masyarakat pesisir Batudaa Pantai ini hampir 99% berbahasa Gorontalo. Mulai dari generasi “sesepuh” hingga anak-anaknya, bahasa yang dipakai sehari-hari adalah Bahasa Gorontalo. Bagi saya, mengajar kepada peserta yang bahasa ibunya tidak sama dengan saya sudah menjadi tantangan besar bagi saya sendiri. Jadi ketika mengajar, saya harus berpikir ekstra untuk mendapatkan perhatian mereka supaya apa yang saya ajarkan dapat tersampaikan dengan baik di hati dan pikiran mereka.

Meski memang, disini saya dan teman-teman berperan sebagai “guru” yang mengajar mengaji kepada mereka, sejatinya saya banyak belajar kepada mereka. Anak-anak yang penuh semangat dan antusias mendengarkan apa yang saya sampaikan. Saya mengatur antrian mengaji untuk mereka agar teratur dan semua mendapat giliran mengaji. Pagi itu anak-anak yang datang ada 25 anak. Saya dapat membayangkan apabila Pama mengajar seorang diri semua anak-anak tersebut. Pastinya akan sangat kewalahan. Hal tersebut pasti juga mempengaruhi keefektivitasan materi yang disampaikan oleh Pama. Mengajar dengan jumlah anak yang banyak pastinya lebih mudah membuat lelah, apalagi perbedaan umur yang terpaut jauh antara anak-anak dengan orang tua yang berusia 70 tahun. Disinilah peran mahasiswa-mahasiswa KKN untuk membantu Pama mengajar mengaji. Kedatangan kami membawa angin segar bagi pemahaman anak-anak dalam belajar agama Islam lebih dalam. Kami memperkenalkan rukun islam, rukum iman, dan kewajiban bagi seorang muslim kepada anak-anak. Rasanya hati saya seperti tersayat ketika mengetahui mereka belum mengetahui rukun islam, rukun iman, dan beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang muslim. Pada kondisi ini, saya merefleksikan diri bahwa ternyata faktor priviledge dan lokasi tempat tinggal berperan besar dalam pendidikan. Bagi saya dan beberapa teman-teman yang tinggal di perkotaan, akses mendapatkan pendidikan di perkotaan jauh lebih mudah—yang berpengaruh pada output atau hasil yang dirasakan. Berbeda dengan berada di pedesaan—yangmana faktor keluarga dan lingkungan tempat tinggal tentunya mempengaruhi akses pendidikan itu sendiri.

Melalui apa yang saya sampaikan—belajar rukun islam, rukun iman, dan beberapa kewajiban sebagai seorang muslim, saya banyak belajar, salah satunya yaitu belajar bersyukur. Bahwa tinggal di lingkungan yang mendukung untuk pendidikan adalah suatu hal yang patut untuk disyukuri. Ketika saya mengajar dan memperkenalkan rukun islam dan rukun iman—yang menurut saya adalah suatu hal yang biasa, suatu yang yang basic—awalnya saya pikir materi ini akan saya sampaikan dengan mudah kemudian lanjut ke materi yang lain. Nyatanya, satu materi ini saja perlu bagi saya sampaikan berulang. Tidak bisa apabila hanya satu pertemuan saya menyampaikan beberapa materi. Besar harapan saya, pemuda di Desa Lamu dapat berperan aktif dalam kegiatan mengaji anak-anak. Hal tersebut supaya generasi Islami tidak berhenti dan ilmu-ilmu islam dapat tersalurkan dengan baik dari generasi ke generasi. Kami, mahasiswa KKN PPM UGM, hanya sebentar tinggal untuk membantu masyarakat di pesisir Gorontalo khususnya di Desa Lamu ini untuk melaksanakan KKN. Maka dari itu, saya pikir kiranya perlu ada sosok lain atau komunitas yang mau membantu Pama untuk mengajar mengaji. Karena ini sifatnya relawan, saya harap tidak menutup kesempatan yang emas ini bagi siapa saja yang terketuk hatinya untuk membantu Pama. InsyaAllah, ganjaran atau bayaran dari kegiatan tersebut akan berbalas syurga. Tidakkah diantara kita berharap sesuatu yang lain?