Kuatkan Potensi Branding Produk dan Jasa Lokal Pesisir Teluk Tomini Melalui Inisiasi Merek Kolektif

24 Agustus 2024 - Rafi Akmal Raharjo

Teluk Tomini memiliki berbagai potensi alam yang melimpah. Terkandung di dalam Teluk Tomini berbagai sumber daya alam akuatik yang diapit dengan jajaran pegunungan yang elok. Kekayaan alam yang distintif tersebut diperkaya dengan eksistensi beberapa ring atol sepanjang kawasan bibir pantai Teluk Tomini. Salah satu kawasan yang mendapatkan manfaat dari kekayaan alam ini adalah Desa Lamu, Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo. Selain potensi kekayaan alam yang melimpah, sama seperti desa yang berada di bibir pantai Teluk Tomini, Desa Lamu memiliki berbagai UMKM lokal yang menawarkan berbagai produk tradisional dan olahan, seperti kue apollo, milu siram, mie cakalang, dan lainnya. Walaupun demikian, kekayaan potensi tersebut belum termanfaatkan secara optimal. Kurangnya pembinaan, koordinasi, hingga minimnya visibilitas pasar masih menjadi tantangan yang berarti.

Melihat potensi dan permasalahan yang ada, Tim Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat Universitas Gadjah Mada (KKN-PPM UGM) berkolaborasi dengan Universitas Negeri Gorontalo tergerak untuk melakukan penelitian hukum untuk menghasilkan output rekomendasi kebijakan yang tertuang dalam dokumen policy brief. Pendekatan deskriptif digunakan dalam penelitian ini untuk memberikan gambaran urgensi tentang perlunya instrumen co-branding dengan melihat kondisi di lapangan. Dengan pendekatan deskriptif, akan tercipta gambaran bagaimana masyarakat menerjemahkan hukum dalam perilakunya. Untuk mendapatkan responden dalam penelitian ini, Tim KKN-PPM UGM menggunakan teknik non-probabilitas dan jenis purposive sampling. Penelitian ini melibatkan responden yang berasal dari kalangan Perangkat Desa sebagai pengelola kawasan wisata dan 33 Pelaku Usaha Mikro dan Menengah (UMKM) setempat. Teknik wawancara tidak terstruktur atau indirect interview digunakan dalam penelitian ini sehingga pedoman wawancara hanya berupa garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Hasil wawancara akan memasuki proses pengelompokan dalam kategori-kategori untuk membentuk suatu tema. Dari kategori-kategori tersebut, Tim akan menyusun deskripsi dan tema yang merepresentasikan penelitian.

Dari hasil penelitian, mayoritas pelaku UMKM setempat masih belum merasa adanya merek menjadi salah satu upaya peningkatan pangsa pasar jasa atau barang yang mereka tawarkan dan bentuk perlindungan hukum terhadap produk. Hal ini terlihat dari banyaknya pelaku UMKM yang belum memiliki brand identity atau bahkan nama usaha mereka. Kesadaran hukum masyarakat terkait hak kekayaan intelektual yang rendah berperan besar dalam minimnya upaya pendaftaran merek dan/atau merek kolektif. Ini tentu menjadi tantangan besar dalam inisiasi one village one brand oleh Kemenkumham Gorontalo. Akibatnya, seperti di Desa Lamu, akan semakin banyak potensi desa yang belum termanfaatkan dengan optimal.

Pemerintah Daerah perlu untuk mengambil langkah aktif dalam mewadahi penggunaan merek kolektif. Untuk melakukan hal ini, seperti Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintah Daerah Gorontalo perlu untuk mendaftarkan terlebih dahulu merek kolektif yang dapat digunakan oleh masyarakat layaknya 100%Jogja, Jogjamark, atau Jogjatradition. Dengan mekanisme ini, masyarakat setempat hanya memerlukan pengajuan permohonan lisensi dalam menggunakan merek kolektif yang telah didaftarkan oleh Pemerintah Daerah. Maka dari itu, proses sosialisasi dan promosi merek kolektif untuk mewujudkan one village one brand menjadi lebih terkoordinasi karena fokusnya sudah beralih pada merek kolektif yang telah didaftarkan Pemerintah Daerah.

Dalam melakukan penelitian ini disusun beberapa rekomendasi oleh Tim kepada pemerintah dalam membuat kebijakan, antara lain :

  1. Pemerintah Daerah perlu untuk mendaftarkan suatu merek kolektif yang mencerminkan kekhasan daerah sehingga akses merek kolektif oleh masyarakat menjadi lebih mudah. Mayarakat tidak lagi perlu untuk mendaftarkan merek kolektif, tetapi mengajukan permohonan lisensi penggunaan merek kolektif yang telah didaftarkan oleh Pemerintah Daerah. Maka darinya, untuk menjamin kelancaran tersebut, perlu ada sinergi aktif yang berkesinambungan antara Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia c.q. Kantor Wilayah Provinsi Gorontalo dengan Pemerintah Daerah.

  2. Urgensi akan adanya peran aktif Pemerintah secara kelembagaan dalam mengeluarkan Surat Edaran Gubernur ataupun Standar Operational Procedure dari instansi yang berwenang ke tiap-tiap Pemerintah Desa maupun instansi terkait di level tersebut sebagai sarana edukasi dan promosi HKI. Dengan mekanisme ini, upaya promosi dan peningkatan penggunaan HKI tidak terpusat pada salah satu level pemerintahan.

  3. Perlunya penunjukkan beberapa pelaku UMKM, saluran media promosi, sosialisasi, ataupun desa sadar hukum yang mampu menjadi pendorong bagi masyarakat lain untuk meningkatkan pengetahuan terkait penggunaan hak kekayaan intelektual.

  4. Pemerintah Daerah perlu berperan aktif dalam kegiatan pengawasan dan evaluasi setiap tahunnya terkait target dan capaian penggunaan dan pendaftaran co-branding. Adanya pengawasan dan evaluasi setiap tahunnya berfungsi sebagai saran untuk mengkontrol dan memberikan gambaran implementasi kebijakan Pemerintah Daerah.